Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan

Minggu, 20 April 2014

Buku Dunia Peri, Karya: Ishma Aqriba

Siang itu, Luna sedang membaca buku di perpustakaan. Perpustakaan pribadi milik Ibunya, yang kemudian diberikan kepada Luna. Luna selalu mengunci pintu perpustakaan kalau dia sedang membaca. Karena Luna tak mau ada seorang pun yang mengganggunya. Saat Luna sedang memilih buku, Luna melihat ada setumpuk buku di bawah rak.
“Hem.. ini pasti milik Ibu! Kenapa masih disini?, mungkin sebiknya ku taruh di meja Ibu” kata Luna.

Saat Luna mengambil buku-buku itu, tiba-tiba ada satu buku yang terjatuh dan terbuka. Ternyata itu adalah sebuah buku cerita yang penuh dengan gambar.
“Hei? Apa ini buku milik Ibu? Aku tidak yakin. Sejak kapan Ibu suka menggambar? Tapi, sepertinya buku ini menarik!” kata Luna.

Luna mengambil buku itu dan mulai membacanya. Luna tidak percaya kalau itu gambar Ibunya. Karena memang Ibunya tidak pintar menggambar. Ketika sampai tepat di tengah-tengah buku, tiba-tiba gambar seorang gadis cantik bersinar terang, Itu membuat Luna terkejut dan tiba-tiba Luna terseret masuk ke dalam buku itu.
“Ha? Di mana aku? Kenapa aku tiba-tiba kesini?” Tanya Luna. Luna berjalan pelan-pelan ke arah sebuah lorong “Siapa tahu, itu jalan keluarnya” kata Luna yakin.
Setelah sampai di ujung lorong, Luna semakin terkejut. Luna melihat peri-peri berterbangan. Dan itu adalah peri-peri yang ada di buku cerita yang dibacanya tadi. Luna menghampiri seorang peri yang sedang berbicara dengan peri lain.
“Hm.. Permisi, apa kamu tahu dimana ini?” Tanya Luna, peri itu menengok dan berteriak.
“Ha? Arilia. Aku tidak percaya kamu ada di sini!” teriak peri itu.
“Arilia? Namaku bukan Arilia. Namaku Luciiana” kata Luna
“Ha? Kamu bercanda kan? Kamu Arilia. Berambut pajang, beralis tebal, bulu mata yang lentik, dan ada tagi lalat di dekat alis kiri. Tapi, hei… kenapa tahi lalatmu tidak ada? Apa kamu mengambilnya?” Tanya peri itu. Ucapan itu membuat Luna tertawa geli. Karena, tidak mungkin tahi lalat bisa dipindahkan.
“Ha.. Ha.. Kamu lucu. Aku tahu kamu di buku cerita. Namamu pasti Peri Natasya. Berambut pirang dengan poni. Namaku Luciana, panggil saja Luna. Dan Arilia itu, adalah Ibuku. Bagaimana kamu tahu Ibuku? Dan sebenarnya dimana aku ini?”
“Jadi kamu bukan Arilia? Baiklah, ini adalah Negeri Keabadian. Dan di sini adalah tempat tinggal para peri. Di sini, kami tidak akan menjadi tua. Selamanya kami akan menjadi anak-anak, baiklah, sekarang ikut aku untuk melihat keindahan disini” kata Peri Natasya sambil menarik tangan Luna dan terbang mengelilingi Negeri Keabadian.

Sambil menikmati keindahan Negeri Keabadian Luna bertanya siapa yang membuat buku yang penuh gambar yang Luna temui, dan apa hubungan Ibu dengan Negeri Keabadian
“Sebenarnya, dulu ketika Arilia masih seumuran kamu dia suka sekali menggambar dan menulis cerita. Arilia menulis cerita dan menggambar tokoh-tokohnya dengan pena ajaib, pena itu didapatnya dari Ibu Alova, yaitu nenekmu. Dan mungkin pena itu sudah diberikan Arilia untukmu. Arilia selalu kesini ketika malam hari, untuk menceritakan kisah-kisahnya dan cerita yang dibuatnya untuk para peri. Apa kamu juga akan seperti itu? Kami sangat merasa kehilangan Arilia”
“Ya, aku sudah punya pena itu. Tapi aku tak tau kalau itu pena ajaib, dan aku hanya menyimpannya, dan belum pernah memakai pena itu! Maaf, kurasa aku tidak bisa seperti Ibu. Aku tak pandai bercerita. Mungkin aku akan bisa mengajari para peri membuat kue, aku suka kue”

Peri Natasya mengajak Luna mampir ke rumanya untuk beristirahat sebentar. Namun waktu berjalan cepat sehingga jam tangan Luna telah menunjukan pukul 3 sore. Luna segera berpamitan untuk pulang. Dan Peri Natasya mengantarnya ke pintu perbatasan.
Ketika malam tiba, Luna mengajak Ibunya ke perpustakaan pribadinya. Luna akan menunjukan sebuah kejutan untuk Ibu.
“Hm.. Ibu apa Ibu lupa dengan masa lalu Ibu? Dan apa Ibu lupa dengan ini,” Tanya Luna sambil meletakan buku Dunia Peri kehadapan Ibu
“Ha? Luna, dimana kamu menemukannya? Ini buku yang sangat berharga. Oh terimakasih Luna, ”
“Ibu, Natasya dan para peri sangat merindukan Ibu. Ayo, kita mengejutkan mereka!”

Luna segera membuka halaman tengah buku itu, dan pergi ke Negeri Keabadian mengejutkan para peri. Ketika Ibu bertemu Natasya, keduanya berpelukan sambil menangis.
Sejak buku itu ditemukan, kini Ibu dan Luna tak pernah sendirian, dan kesepian lagi.

Jumat, 17 Januari 2014

Permen Ajaib, Karya: Rusmiyati Suyuti

Tidak banyak yang kuingat di masa-masa kecil dulu, tapi yang pasti aku tinggal bersama embah putriku karena kedua orang tuaku pergi merantau ke daerah Sumatera. Embahku tinggal di sebuah dusun terpencil di Kabupaten Pati, Jawa Tengah sejak usiaku masih beberapa bulan sampai kemudian aku 9 tahun baru tinggal bersama kedua orang tuaku setelah mereka memutuskan untuk menetap di kelurahan yang ada di daerah Kabupaten Pati. Aku bersama kakak laki-lakiku diasuh oleh Embah dan Bu Lek, Embah kakungku sudah meninggal jauh sebelum aku lahir sedangkan Bu Lekku masih lajang.

Ada satu peristiwa yang masih aku ingat saat berusia 4 tahun dulu, mungkin tidak serinci kisah sebenarnya tapi hal ini masih berefek sampai saat aku sudah di bangku SMU. Awal mula kejadian ini waktu aku bermain ke rumah sepupu yang terletak kira2 1km dari rumah Embah, aku diajakin main ke rumah tetangga sepupu disana sudah ada anak-anak yang lain juga.
Ada seorang anak laki-laki sebaya denganku yang menjadi pusat perhatianku selama bermain bersama tersebut, tingkah lakunya benar-benar membuat penasaran. Dia selalu mengeluarkan suara seperti sedang menyesap permen.

“Bud, kamu sedang apa ngisep permen kok ga habis-habis dari pagi tadi?” Tanyaku
Ini enak banget tau, kamu mesti nyoba…!” Jawabnya
“Emang itu permen apa?”
“Permen ini tidak usah beli, gratis! Kamu cukup tidak usah menggosok gigi seminggu, permen ini otomatis ada di mulut kamu, manis banget!”

Karena aku penasaran, setelah pulang ke rumah aku beniat untuk mendapatkan permen seperti Budi juga yaitu dengan cara tidak menggosok gigi selama seminggu. Hari pertama masih baik-baik saja, aku acuhakn saja meski mulut terasa asam. Hari ke dua aku masih bertahan, mulut terasa asam dan sedikit bau tidak enak keluar dari mulutku. Hari ke tiga bau mulut sudah menyengat dan rasa asampun sangat tidak enak, aku menghindari interaksi dengan orang-orang di sekitar. Beberapa orang sudah menegur kenapa mulutku bau sekali, ada yang menanyakan kamu ga gosok gigi ya dan ada pula menanyakan makanan apa yang ku makan sehingga berakibat seperti itu. Hari berikutnya masih tetap sama, tetap bertahan untuk tidak gosok gigi meski sudah terasa ngilu, bau, dan asam yang teramat sangat. Hari keenam hampir saja aku menangis karena ketidaknyamanan, tapi segera teringat perjuanganku tinggal satu hari lagi untuk mendapatkan permen ajaib yang istimewa itu. Hari terakhir yaitu hari yang ke tujuh pagi-pagi sekali “Huaaaaaaaaaaaaaaaa……….!!!! Hik..hik…hik…!!! Aku menangis sekencangnya karena merasakan sakit gigiku yang teramat sangat, Embah dan Bu Lek serta merta berlarian ke kamarku dan bertanya apa yang terjadi padaku. Kemudian aku menunjukkan mulutku dengan jari telunjuk dan mereka terkejut melihat perubahan yag terjadi.
“Kamu kenapa Ros?” Tanya Embah
“Gigiku sakit banget Mbah?” Jawabku
“Lho, kok bisa?” Embah bertanya lagi
Akupun menjawabnya, “Iya Mbah, aku ga gosok gigi seminggu… Karena kata Budi kalau aku ga gosok gigi seminggu nanti aku bisa mendapatkan permen langsung ada di mulutku tanpa harus membeli dan katanya lagi rasa permen itu enak sekali, ga habis-habis. Huuuuu…hu…hu…”
“Oalaaah….pantesan beberapa hari ini kalau kamu bicara ada bau-baunya gimana gitu, ternyata ga gosok gigi to… Seminggu lagi… Benjolan yang di gigi Budi itu bukan permen tapi gusinya yang bengkak seperti kamu ini karena tidak menggosok gigi. Yo wes nanti jam 9 kita ke Puskesmas di Wedari biar diperiksa gigimu, lain kali Tanya dulu sama Embah atau Bu Lek kalau mau melakukan sesuatu y… dan tentunya ga diulangi lagi kan bertahan untuk tidak gosok gigi selama seminggu lagi…” Ceeramah Bu Lek sembari senyum-senyum.
Aku hanya nyengir menahan sakit gigiku sambil mengiyaka yang dikatakan Bu Lek.
Aku benar-benar kapok untuk mencoba tidak gosok gigi lagi, gigi gerahamku sudah mulai berlubang dan sampai SMU masih kumat nyeri giginya.

Cerpen Karangan: Rusmiyati Suyuti
Facebook: Rusmiyati Suyuti

Join This Site