Siang itu, Luna sedang membaca buku di perpustakaan. Perpustakaan
pribadi milik Ibunya, yang kemudian diberikan kepada Luna. Luna selalu
mengunci pintu perpustakaan kalau dia sedang membaca. Karena Luna tak
mau ada seorang pun yang mengganggunya. Saat Luna sedang memilih buku,
Luna melihat ada setumpuk buku di bawah rak.
“Hem.. ini pasti milik Ibu! Kenapa masih disini?, mungkin sebiknya ku taruh di meja Ibu” kata Luna.
Saat Luna mengambil buku-buku itu, tiba-tiba ada satu buku yang terjatuh dan terbuka. Ternyata itu adalah sebuah buku cerita yang penuh dengan gambar.
“Hei? Apa ini buku milik Ibu? Aku tidak yakin. Sejak kapan Ibu suka menggambar? Tapi, sepertinya buku ini menarik!” kata Luna.
Luna mengambil buku itu dan mulai membacanya. Luna tidak percaya kalau itu gambar Ibunya. Karena memang Ibunya tidak pintar menggambar. Ketika sampai tepat di tengah-tengah buku, tiba-tiba gambar seorang gadis cantik bersinar terang, Itu membuat Luna terkejut dan tiba-tiba Luna terseret masuk ke dalam buku itu.
“Ha? Di mana aku? Kenapa aku tiba-tiba kesini?” Tanya Luna. Luna berjalan pelan-pelan ke arah sebuah lorong “Siapa tahu, itu jalan keluarnya” kata Luna yakin.
Setelah sampai di ujung lorong, Luna semakin terkejut. Luna melihat peri-peri berterbangan. Dan itu adalah peri-peri yang ada di buku cerita yang dibacanya tadi. Luna menghampiri seorang peri yang sedang berbicara dengan peri lain.
“Hm.. Permisi, apa kamu tahu dimana ini?” Tanya Luna, peri itu menengok dan berteriak.
“Ha? Arilia. Aku tidak percaya kamu ada di sini!” teriak peri itu.
“Arilia? Namaku bukan Arilia. Namaku Luciiana” kata Luna
“Ha? Kamu bercanda kan? Kamu Arilia. Berambut pajang, beralis tebal, bulu mata yang lentik, dan ada tagi lalat di dekat alis kiri. Tapi, hei… kenapa tahi lalatmu tidak ada? Apa kamu mengambilnya?” Tanya peri itu. Ucapan itu membuat Luna tertawa geli. Karena, tidak mungkin tahi lalat bisa dipindahkan.
“Ha.. Ha.. Kamu lucu. Aku tahu kamu di buku cerita. Namamu pasti Peri Natasya. Berambut pirang dengan poni. Namaku Luciana, panggil saja Luna. Dan Arilia itu, adalah Ibuku. Bagaimana kamu tahu Ibuku? Dan sebenarnya dimana aku ini?”
“Jadi kamu bukan Arilia? Baiklah, ini adalah Negeri Keabadian. Dan di sini adalah tempat tinggal para peri. Di sini, kami tidak akan menjadi tua. Selamanya kami akan menjadi anak-anak, baiklah, sekarang ikut aku untuk melihat keindahan disini” kata Peri Natasya sambil menarik tangan Luna dan terbang mengelilingi Negeri Keabadian.
Sambil menikmati keindahan Negeri Keabadian Luna bertanya siapa yang membuat buku yang penuh gambar yang Luna temui, dan apa hubungan Ibu dengan Negeri Keabadian
“Sebenarnya, dulu ketika Arilia masih seumuran kamu dia suka sekali menggambar dan menulis cerita. Arilia menulis cerita dan menggambar tokoh-tokohnya dengan pena ajaib, pena itu didapatnya dari Ibu Alova, yaitu nenekmu. Dan mungkin pena itu sudah diberikan Arilia untukmu. Arilia selalu kesini ketika malam hari, untuk menceritakan kisah-kisahnya dan cerita yang dibuatnya untuk para peri. Apa kamu juga akan seperti itu? Kami sangat merasa kehilangan Arilia”
“Ya, aku sudah punya pena itu. Tapi aku tak tau kalau itu pena ajaib, dan aku hanya menyimpannya, dan belum pernah memakai pena itu! Maaf, kurasa aku tidak bisa seperti Ibu. Aku tak pandai bercerita. Mungkin aku akan bisa mengajari para peri membuat kue, aku suka kue”
Peri Natasya mengajak Luna mampir ke rumanya untuk beristirahat sebentar. Namun waktu berjalan cepat sehingga jam tangan Luna telah menunjukan pukul 3 sore. Luna segera berpamitan untuk pulang. Dan Peri Natasya mengantarnya ke pintu perbatasan.
Ketika malam tiba, Luna mengajak Ibunya ke perpustakaan pribadinya. Luna akan menunjukan sebuah kejutan untuk Ibu.
“Hm.. Ibu apa Ibu lupa dengan masa lalu Ibu? Dan apa Ibu lupa dengan ini,” Tanya Luna sambil meletakan buku Dunia Peri kehadapan Ibu
“Ha? Luna, dimana kamu menemukannya? Ini buku yang sangat berharga. Oh terimakasih Luna, ”
“Ibu, Natasya dan para peri sangat merindukan Ibu. Ayo, kita mengejutkan mereka!”
Luna segera membuka halaman tengah buku itu, dan pergi ke Negeri Keabadian mengejutkan para peri. Ketika Ibu bertemu Natasya, keduanya berpelukan sambil menangis.
Sejak buku itu ditemukan, kini Ibu dan Luna tak pernah sendirian, dan kesepian lagi.
“Hem.. ini pasti milik Ibu! Kenapa masih disini?, mungkin sebiknya ku taruh di meja Ibu” kata Luna.
Saat Luna mengambil buku-buku itu, tiba-tiba ada satu buku yang terjatuh dan terbuka. Ternyata itu adalah sebuah buku cerita yang penuh dengan gambar.
“Hei? Apa ini buku milik Ibu? Aku tidak yakin. Sejak kapan Ibu suka menggambar? Tapi, sepertinya buku ini menarik!” kata Luna.
Luna mengambil buku itu dan mulai membacanya. Luna tidak percaya kalau itu gambar Ibunya. Karena memang Ibunya tidak pintar menggambar. Ketika sampai tepat di tengah-tengah buku, tiba-tiba gambar seorang gadis cantik bersinar terang, Itu membuat Luna terkejut dan tiba-tiba Luna terseret masuk ke dalam buku itu.
“Ha? Di mana aku? Kenapa aku tiba-tiba kesini?” Tanya Luna. Luna berjalan pelan-pelan ke arah sebuah lorong “Siapa tahu, itu jalan keluarnya” kata Luna yakin.
Setelah sampai di ujung lorong, Luna semakin terkejut. Luna melihat peri-peri berterbangan. Dan itu adalah peri-peri yang ada di buku cerita yang dibacanya tadi. Luna menghampiri seorang peri yang sedang berbicara dengan peri lain.
“Hm.. Permisi, apa kamu tahu dimana ini?” Tanya Luna, peri itu menengok dan berteriak.
“Ha? Arilia. Aku tidak percaya kamu ada di sini!” teriak peri itu.
“Arilia? Namaku bukan Arilia. Namaku Luciiana” kata Luna
“Ha? Kamu bercanda kan? Kamu Arilia. Berambut pajang, beralis tebal, bulu mata yang lentik, dan ada tagi lalat di dekat alis kiri. Tapi, hei… kenapa tahi lalatmu tidak ada? Apa kamu mengambilnya?” Tanya peri itu. Ucapan itu membuat Luna tertawa geli. Karena, tidak mungkin tahi lalat bisa dipindahkan.
“Ha.. Ha.. Kamu lucu. Aku tahu kamu di buku cerita. Namamu pasti Peri Natasya. Berambut pirang dengan poni. Namaku Luciana, panggil saja Luna. Dan Arilia itu, adalah Ibuku. Bagaimana kamu tahu Ibuku? Dan sebenarnya dimana aku ini?”
“Jadi kamu bukan Arilia? Baiklah, ini adalah Negeri Keabadian. Dan di sini adalah tempat tinggal para peri. Di sini, kami tidak akan menjadi tua. Selamanya kami akan menjadi anak-anak, baiklah, sekarang ikut aku untuk melihat keindahan disini” kata Peri Natasya sambil menarik tangan Luna dan terbang mengelilingi Negeri Keabadian.
Sambil menikmati keindahan Negeri Keabadian Luna bertanya siapa yang membuat buku yang penuh gambar yang Luna temui, dan apa hubungan Ibu dengan Negeri Keabadian
“Sebenarnya, dulu ketika Arilia masih seumuran kamu dia suka sekali menggambar dan menulis cerita. Arilia menulis cerita dan menggambar tokoh-tokohnya dengan pena ajaib, pena itu didapatnya dari Ibu Alova, yaitu nenekmu. Dan mungkin pena itu sudah diberikan Arilia untukmu. Arilia selalu kesini ketika malam hari, untuk menceritakan kisah-kisahnya dan cerita yang dibuatnya untuk para peri. Apa kamu juga akan seperti itu? Kami sangat merasa kehilangan Arilia”
“Ya, aku sudah punya pena itu. Tapi aku tak tau kalau itu pena ajaib, dan aku hanya menyimpannya, dan belum pernah memakai pena itu! Maaf, kurasa aku tidak bisa seperti Ibu. Aku tak pandai bercerita. Mungkin aku akan bisa mengajari para peri membuat kue, aku suka kue”
Peri Natasya mengajak Luna mampir ke rumanya untuk beristirahat sebentar. Namun waktu berjalan cepat sehingga jam tangan Luna telah menunjukan pukul 3 sore. Luna segera berpamitan untuk pulang. Dan Peri Natasya mengantarnya ke pintu perbatasan.
Ketika malam tiba, Luna mengajak Ibunya ke perpustakaan pribadinya. Luna akan menunjukan sebuah kejutan untuk Ibu.
“Hm.. Ibu apa Ibu lupa dengan masa lalu Ibu? Dan apa Ibu lupa dengan ini,” Tanya Luna sambil meletakan buku Dunia Peri kehadapan Ibu
“Ha? Luna, dimana kamu menemukannya? Ini buku yang sangat berharga. Oh terimakasih Luna, ”
“Ibu, Natasya dan para peri sangat merindukan Ibu. Ayo, kita mengejutkan mereka!”
Luna segera membuka halaman tengah buku itu, dan pergi ke Negeri Keabadian mengejutkan para peri. Ketika Ibu bertemu Natasya, keduanya berpelukan sambil menangis.
Sejak buku itu ditemukan, kini Ibu dan Luna tak pernah sendirian, dan kesepian lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar